Mengenai Saya

Foto saya
BOJONEGORO, JAWA TIMUR, Indonesia
KPRI SEJAHTERA DEPPEN adalah Koperasi Pegawai Republik Indonesia yg didirikan dilingkungan Instansi, awalnya nama instansi Kantor Departemen Penerangan Kabupaten Bojonegoro yg kemudian diera Otoda nama instansi berubah menjadi Dinas Infokom dan sekarang berubah Dinas Kominfo. Sebagai Anggotanya adalah para Pegawai dilingkungan Instansi dan termasuk para purnakaryawan, dan pegawai di instansi yang terkait sesuai ketentuan Anggaran Dasar yg tertuang dalam akta pendirian. BADAN HUKUM NO. 5640/BH/II/1984 TGL 13 SEPTEMBER 1996, yang lalu mengalami Akta Perubahan. Alamat semula Jl. Jenderal A. Yani no. 4 Telp. 0353-881454.E mail : kprisejahteradeppen@gmail.com Dan kemudian berpindah ke dekat RKPD, lalu pindah ketempat milik sendiri di Jl. ARIF RAHMAN HAKIM NO. 3 SUKOREJO BOJONEGORO.

Senin, 31 Januari 2011

LAMBANG KOPERASI INDONESIA DAN ARTI LAMBANG

Lambang koperasi Indonesia





1. Roda Bergigi menggambarkan upaya keras yang ditempuh secara terus menerus. Hanya orang yang pekerja keras yang bisa menjadi calon Anggota dengan memenuhi beberapa persyaratannya.

2. Rantai (di sebelah kiri): melambangkan ikatan kekeluargaan, persatuan dan persahabatan yang kokoh. Bahwa Anggota sebuah Koperasi adalah Pemilik Koperasi tersebut, maka semua Anggota menjadi bersahabat, bersatu dalam kekeluargaan, dan yang mengikat sesama Anggota adalah hukum yang dirancang sebagai Anggaran Dasar (AD) / Anggaran Rumah Tangga (ART) Koperasi. Dengan bersama-sama bersepakat mentaati AD/ART, maka Padi dan Kapas akan mudah diperoleh.

3. Kapas dan Padi (di sebelah kanan): menggambarkan kemakmuran anggota koperasi secara khusus dan rakyat secara umum yang diusahakan oleh koperasi. Kapas sebagai bahan dasar sandang (pakaian), dan Padi sebagai bahan dasar pangan (makanan). Mayoritas sudah disebut makmur-sejahtera jika cukup sandang dan pangan.

4. Timbangan berarti keadilan sosial sebagai salah satu dasar koperasi. Biasanya menjadi simbol hukum. Semua Anggota koperasi harus adil dan seimbang antara "Rantai" dan "Padi-Kapas", antara "Kewajiban" dan "Hak". Dan yang menyeimbangkan itu adalah Bintang dalam Perisai.

5. Bintang dalam perisai yang dimaksud adalah Pancasila, merupakan landasan ideal koperasi. Bahwa Anggota Koperasi yang baik adalah yang mengindahkan nilai-nilai keyakinan dan kepercayaan, yang mendengarkan suara hatinya. Perisai bisa berarti "tubuh", dan Bintang bisa diartikan "Hati".

6. Pohon beringin sebagai simbol kehidupan, sebagaimana pohon dalam Gunungan wayang yang dirancang oleh Sunan Kalijaga. Dahan pohon disebut kayu (dari bahasa Arab "Hayyu"/kehidupan). Timbangan dan Bintang dalam Perisai menjadi nilai hidup yang harus dijunjung tinggi.

7. Koperasi Indonesia menandakan bahwa Koperasi yang dimaksud adalah koperasi rakyat Indonesia, bukan Koperasi negara lain. Tata-kelola dan tata-kuasa perkoperasian di luar negeri juga baik, namun sebagai Bangsa Indonesia harus punya tata-nilai sendiri.

8. Warna merah dan putih yang menjadi bacground logo menggambarkan sifat nasional Indonesia.

Minggu, 30 Januari 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI



PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1995
TENTANG
PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota koperasi, maka kegiatan usaha simpan
pinjam perlu ditumbuhkan dan dikembangkan;
b. bahwa kegiatan sebagaimana dimaksud huruf a harus dikelola secara berdaya guna dan berhasil guna;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dan sebagai pelaksanaan Pasal 44 Undang-undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian, maka dipandang perlu untuk mengatur kegiatan usaha simpan pinjam oleh
Koperasi dalam Peraturan Pemerintah;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH
KOPERASI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan:
1. Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya
melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota
koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.
2. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam.
3. Unit Simpan Pinjam adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam, sebagai bagian dari
kegiatan usaha Koperasi yang bersangkutan.
4. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi-koperasi lain dan atau
anggotanya kepada koperasi dalam bentuk tabungan, dan simpanan koperasi berjangka.
5. Simpanan Berjangka adalah simpanan di koperasi yang penyetorannya dilakukan sekali dan penarikannya
hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan koperasi yang
bersangkutan.
6. Tabungan Koperasi adalah simpanan di koperasi yang penyetorannya dilakukan berangsur-angsur dan
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati antara penabung dengan koperasi
yang bersangkutan dengan menggunakan Buku Tabungan Koperasi.
7. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan.
8. Menteri adalah Menteri yang membidangi koperasi.
BAB II
ORGANISASI
Bagian Pertama
Bentuk Organisasi
Pasal 2
(1) Kegiatan usaha simpan pinjam hanya dilaksanakan oleh Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam.
(2) Koperasi Simpan Pinjam dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.
(3) Unit Simpan Pinjam dapat dibentuk oleh Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.
Bagian Kedua
Pendirian
Pasal 3
(1) Pendirian Koperasi Simpan Pinjam dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai
persyaratan dan tata cara pengesahan Akta Pendirian dan perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
(2) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam diajukan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan tambahan lampiran:
a. rencana kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;
b. administrasi dan pembukuan;
c. nama dan riwayat hidup calon Pengelola;
d. daftar sarana kerja.
(3) Pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
berlaku sebagai izin usaha.
Pasal 4
(1) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi yang membuka Unit Simpan Pinjam diajukan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Pengesahan Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku sebagai izin usaha.
Pasal 5
(1) Koperasi yang sudah berbadan hukum dan akan memperluas usahanya di bidang simpan pinjam wajib
mengadakan perubahan Anggaran Dasar dengan mencantumkan usaha simpan pinjam sebagai salah satu
usahanya.
(2) Tatacara perubahan Anggaran Dasar dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Permintaan pengesahan perubahan Anggaran Dasar diajukan dengan disertai tambahan lampiran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(4) Pengesahan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku sebagai izin usaha.
Bagian Ketiga
Jaringan Pelayanan
Pasal 6
(1) Untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dapat
membuka jaringan pelayanan simpan pinjam.
(2) Jaringan pelayanan simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa:
a. Kantor Cabang yang berfungsi mewakili Kantor Pusat dalam menjalankan kegiatan usaha untuk
menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang memutuskan pemberian pinjaman;
b. Kantor Cabang Pembantu yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan kegiatan usaha
untuk menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang menerima permohonan pinjaman
tetapi tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan pemberian pinjaman;
c. Kantor Kas yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan kegiatan usaha untuk
menghimpun dana.
Pasal 7
(1) Pembukaan Kantor Cabang harus memperoleh persetujuan dari Menteri.
(2) Pembukaan Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas tidak diperlukan persetujuan Menteri tetapi harus
dilaporkan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak pembukaan kantor.
BAB III
PENGELOLAAN
Pasal 8
(1) Pengelolaan kegiatan usaha simpan pinjam dilakukan oleh Pengurus.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh Pengelola yang diangkat oleh
Pengurus.
(3) Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab kepada Pengurus.
(4) Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa perorangan atau badan usaha, termasuk yang
berbentuk badan hukum.
(5) Dalam melaksanakan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pengelola wajib mengadakan kontrak
kerja dengan Pengurus.
Pasal 9
(1) Dalam hal Pengelola adalah perorangan, wajib memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut:
a. tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang keuangan dan atau dihukum karena terbukti melakukan
tindak pidana di bidang keuangan;
b. memiliki akhlak dan moral yang baik;
c. mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti pelatihan simpan pinjam atau magang
dalam usaha simpan pinjam.
(2) Dalam hal Pengelola adalah badan usaha wajib memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut:
a. memiliki kemampuan keuangan yang memadai;
b. memiliki tenaga managerial yang berkualitas baik.
Pasal 10
Dalam hal Pengurus secara langsung melakukan pengelolaan terhadap usaha simpan pinjam maka berlaku ketentuan
mengenai persyaratan Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
Pasal 11
Dalam hal pengelolaan dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang, maka:
a. sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah Pengelola wajib mempunyai keahlian di bidang
keuangan atau pernah mengikuti pelatihan di bidang simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam.
b. di antara Pengelola tidak boleh mempunyai hubungan keluarga sampai darajat ke satu menurut garis lurus ke
bawah maupun ke samping.
Pasal 12
(1) Pengelolaan Unit Simpan Pinjam dilakukan secara terpisah dari unit usaha lainnya.
(2) Pendapatan Unit Simpan Pinjam setelah dikurangi biaya penyelenggaraan kegiatan unit yang bersangkutan,
dipergunakan untuk keperluan sebagai berikut:
a. dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan nilai transaksi;
b. pemupukan modal Unit Simpan Pinjam;
c. membiayai kegiatan lain yang menunjang Unit Simpan Pinjam.
(3) Sisa pendapatan Unit Simpan Pinjam setelah dikurangi biaya dan keperluan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), diserahkan kepada koperasi yang bersangkutan untuk dibagikan kepada seluruh anggota koperasi.
(4) Pembagian dan penggunaan keuntungan Unit Simpan Pinjam diajukan oleh Pengurus Unit Simpan Pinjam
untuk mendapat persetujuan para anggota yang telah mendapat pelayanan dari Unit Simpan Pinjam.
Pasal 13
(1) Sisa Hasil Usaha yang diperoleh Koperasi Simpan Pinjam setelah dikurangi dana cadangan, dipergunakan
untuk :
a. dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan jumlah dana yang ditanamkan sebagai modal
sendiri pada koperasi dan nilai transaksi;
b. membiayai pendidikan dan latihan serta peningkatan ketrampilan;
c. insentip bagi Pengelola dan karyawan;
d. keperluan lain untuk menunjang kegiatan koperasi.
(2) Penentuan prioritas atau besarnya dana untuk penggunaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c,
dan d diputuskan oleh Rapat Anggota.
Pasal 14
(1) Dalam menjalankan usahanya, Pengelola wajib memperhatikan aspek permodalan, likuiditas, solvabilitas dan
rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha dan menjaga kepentingan semua pihak yang terkait.
(2) Aspek permodalan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. modal sendiri koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya dan harus ditingkatkan;
b. setiap pembukaan jaringan pelayanan, harus disediakan tambahan modal sendiri;
c. antara modal sendiri dengan modal pinjaman dan modal penyertaan harus berimbang.
(3) Aspek likuiditas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. penyediaan aktiva lancar yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek;
b. ratio antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang telah dihimpun.
(4) Aspek solvabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. penghimpunan modal pinjaman dan modal penyertaan didasarkan pada kemampuan membayar kembali;
b. ratio antara modal pinjaman dan modal penyertaan dengan kekayaan harus berimbang.
(5) Aspek rentabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. rencana perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan ditetapkan dalam jumlah yang wajar untuk
dapat memupuk permodalan, pengembangan usaha, pembagian jasa anggota dengan tetap mengutamakan
kualitas pelayanan;
b. ratio antara Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan dengan aktiva harus wajar.
(6) Untuk menjaga kesehatan usaha, Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam tidak dapat
menghipotekkan atau menggadaikan harta kekayaannya.
(7) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 15
(1) Pengelola Koperasi berkewajiban merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan simpanan berjangka
dan tabungan masing-masing penyimpan kepada pihak ketiga dan kepada anggota secara perorangan, kecuali
dalam hal yang diperlukan untuk kepentingan proses peradilan dan perpajakan.
(2) Permintaan untuk mendapatkan keterangan mengenai simpanan berjangka dan tabungan sehubungan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh pimpinan instansi yang menangani proses
peradilan atau perpajakan kepada Menteri.
BAB IV
PERMODALAN
Pasal 16
(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib menyediakan modal sendiri dan dapat ditambah dengan modal penyertaan.
(2) Koperasi yang memiliki Unit Simpan Pinjam wajib menyediakan sebagian modal dari koperasi untuk modal
kegiatan simpan pinjam.
(3) Modal Unit Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa modal tetap dan modal tidak tetap.
(4) Modal Unit Simpan Pinjam dikelola secara terpisah dari unit lainnya dalam Koperasi yang bersangkutan.
(5) Jumlah modal sendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan modal tetap Unit Simpan Pinjam sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh berkurang jumlahnya dari jumlah yang semula.
(6) Ketentuan mengenai modal yang disetor pada awal pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(3) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 17
(1) Selain modal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16, Koperasi Simpan Pinjam dapat menghimpun modal
pinjaman dari:
a. anggota;
b. koperasi lainnya dan atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.
(2) Unit Simpan Pinjam melalui Koperasinya dapat menghimpun modal pinjaman sebagai modal tidak tetap dari:
a. anggota;
b. koperasi lainnya dan atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.
(3) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan dengan memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan
di bidang pasar modal.
BAB V
KEGIATAN USAHA
Pasal 18
(1) Kegiatan usaha simpan pinjam dilaksanakan dari dan untuk anggota, calon anggota koperasi yang bersangkutan,
koperasi lain dan atau anggotanya.
(2) Calon anggota koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah
melunasi simpanan pokok harus menjadi anggota.
Pasal 19
(1) Kegiatan Usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam adalah:
a. menghimpun simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi dari anggota dan calon anggotanya,
koperasi lain dan atau anggotanya;
b. memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya.
(2) Dalam memberikan pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam wajib memegang teguh
prinsip pemberian pinjaman yang sehat dengan memperhatikan penilaian kelayakan dan kemampuan pemohon
pinjaman.
(3) Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dalam melayani koperasi lain dan atau anggotanya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan perjanjian kerjasama antar koperasi.
Pasal 20
(1) Dalam melaksanakan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b, Koperasi Simpan Pinjam
dan Unit Simpan Pinjam mengutamakan pelayanan kepada anggota.
(2) Apabila anggota sudah mendapat pelayanan pinjaman sepenuhnya maka calon anggota dapat dilayani.
(3) Apabila anggota dan calon anggota sudah mendapat pelayanan sepenuhnya, koperasi lain dan anggotanya dapat
dilayani berdasarkan perjanjian kerjasama antar koperasi yang bersangkutan.
(4) Pinjaman kepada anggota koperasi lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan melalui koperasinya.
Pasal 21
(1) Rapat Anggota menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian pinjaman baik kepada anggota,
calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya.
(2) Ketentuan mengenai batas maksimum pinjaman kepada anggota berlaku pula bagi pinjaman kepada Pengurus
dan Pengawas.
Pasal 22
(1) Dalam hal terdapat kelebihan dana yang telah dihimpun, setelah melaksanakan kegiatan pemberian pinjaman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam
dapat:
a. menempatkan dana dalam bentuk giro, deposito berjangka, tabungan, sertifikat deposito pada bank dan
lembaga keuangan lainnya;
b. pembelian saham melalui pasar modal;
c. mengembangkan dana tabungan melalui sarana investasi lainnya.
(2) Ketentuan mengenai penempatan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 23
(1) Penghimpunan dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 19 dilakukan dengan
pemberian imbalan.
(2) Imbalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Rapat Anggota.
BAB VI
PEMBINAAN
Pasal 24
Pembinaan dan pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dilakukan oleh Menteri.
Pasal 25
Untuk terciptanya usaha simpan pinjam yang sehat, Menteri menetapkan ketentuan tentang prinsip kesehatan dan
prinsip kehati-hatian usaha koperasi.
Pasal 26
(1) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam melalui koperasi yang bersangkutan wajib menyampaikan
laporan berkala dan tahunan kepada Menteri.
(2) Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi tahunan bagi Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam tertentu
wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan.
(3) Tatacara dan pelaksanaan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh
Menteri.
Pasal 27
(1) Menteri dapat melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam, baik secara
berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.
(2) Dalam hal terjadi pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Koperasi Simpan Pinjam dan Unit
Simpan Pinjam wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada
padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala
keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam
yang bersangkutan.
Pasal 28
(1) Dalam hal Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam mengalami kesulitan yang mengganggu
kelangsungan usahanya, Menteri dapat memberikan petunjuk kepada Pengurus untuk melakukan tindakan
sebagai berikut:
a. penambahan modal sendiri dan atau modal penyertaan;
b. penggantian Pengelola;
c. penggabungan dengan koperasi lain;
d. penjualan sebagian aktiva tetap;
e. tindakan lainnya sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
(2) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dianggap mengalami kesulitan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), apabila mengalami salah satu atau gabungan dari hal-hal sebagai berikut:
a. terjadi penurunan modal dari jumlah modal yang disetorkan pada waktu pendirian;
b. penyediaan aktiva lancar tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek;
c. jumlah pinjaman yang diberikan lebih besar dari jumlah simpanan berjangka dan tabungan;
d. mengalami kerugian;
e. Pengelola melakukan penyalahgunaan keuangan;
f. Pengelola tidak melaksanakan tugasnya.
(3) Dalam hal kesulitan tidak dapat diatasi, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dapat dibubarkan
sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan ini.
BAB VII
PEMBUBARAN
Pasal 29
(1) Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam dilakukan oleh Rapat Anggota.
(2) Dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam harus
dibubarkan dan koperasi yang bersangkutan tidak melakukan pembubaran, maka Menteri dapat:
a. meminta kepada Rapat Anggota Koperasi yang bersangkutan untuk membubarkan;
b. melakukan pembubaran dengan disertai sanksi administratif kepada Pengurus Koperasi yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan di bawah pengawasan Menteri.
Pasal 30
Dalam melakukan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, pihak yang mengambil keputusan
pembubaran wajib mempertimbangkan masih adanya harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan
Pinjam yang dapat dicairkan untuk memenuhi pembayaran kewajiban yang bersangkutan.
Pasal 31
(1) Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam oleh Menteri dilakukan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi hal tersebut, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan
Pemerintah ini.
(2) Penyelesaian lebih lanjut sebagai akibat dari pembubaran Unit Simpan Pinjam oleh Menteri dilakukan oleh
koperasi yang bersangkutan.
Pasal 32
(1) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992,
pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam diupayakan tidak melalui ketentuan kepailitan.
(2) Dalam hal kondisi Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang mengarah kepada kepailitan tidak
dapat dihindarkan, sebelum mengajukan kepailitan kepada instansi yang berwenang, Pengurus Koperasi Simpan
Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang bersangkutan wajib meminta pertimbangan Menteri.
(3) Persyaratan dan tata cara mengajukan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 33
Dalam masa penyelesaian, pembayaran kewajiban Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam dilakukan
berdasarkan urutan sebagai berikut:
a. gaji pegawai yang terutang;
b. biaya perkara di Pengadilan;
c. biaya lelang;
d. pajak Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam;
e. biaya kantor, seperti listrik, air, telepon, sewa dan pemeliharaan gedung;
f. penyimpan dana atau penabung, yang pembayarannya dilakukan secara berimbang untuk setiap penyimpan/
penabung dalam jumlah yang ditetapkan oleh Tim Penyelesaian berdasarkan persetujuan Menteri;
g. kreditur lainnya.
Pasal 34
(1) Segala biaya yang berkaitan dengan penyelesaian dibebankan pada harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam
atau Unit Simpan Pinjam yang bersangkutan dan dikeluarkan terlebih dahulu dari dana yang ada atau dari
setiap hasil pencairan harta tersebut.
(2) Biaya pegawai, kantor dan pencairan harta kekayaan selama masa penyelesaian disusun dan ditetapkan oleh
pihak yang melakukan pembubaran.
(3) Honor Tim Penyelesaian ditetapkan oleh pihak yang melakukan pembubaran dalam jumlah yang tetap dan atau
berdasarkan prosentase dari setiap hasil pencairan harta kekayaan.
Pasal 35
Apabila setelah dilakukan pembayaran kewajiban dan biaya penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
dan Pasal 34 masih terdapat sisa harta kekayaan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam, maka:
a. dalam hal Koperasi Simpan Pinjam, sisa harta tersebut dibagikan kepada anggota Koperasi Simpan Pinjam.
b. dalam hal Unit Simpan Pinjam, sisa harta tersebut diserahkan kepada koperasi yang bersangkutan.
Pasal 36
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembubaran dan penyelesaian Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam
diatur dalam Keputusan Menteri.
BAB VIII
SANKSI
Pasal 37
(1) Dalam hal koperasi tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan (2)
serta Pasal 27 ayat (2), koperasi yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif.
(2) Koperasi yang melaksanakan kegiatan simpan pinjam tanpa izin dikenakan sanksi administratif berupa
pembubaran dan sanksi administratif lainnya.
(3) Persyaratan dan tata cara sanksi administratif diatur oleh Menteri.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 38
Untuk meningkatkan perkembangan usaha perkoperasian, Menteri mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada
kelompok masyarakat yang melakukan kegiatan simpan pinjam bagi anggotanya agar kelompok masyarakat dalam
menyelenggarakan kegiatannya tersebut dalam bentuk koperasi.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
Koperasi Simpan Pinjam dan koperasi yang mempunyai Unit Simpan Pinjam yang sudah berjalan pada saat
Peraturan Pemerintah ini berlaku tetap melaksanakan kegiatan usahanya, dengan ketentuan wajib menyesuaikan
dengan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Peraturan
Pemerintah ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1995
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 19


========================================================

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1995
TENTANG
PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM
OLEH KOPERASI

UMUM
Pasal 44 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa Koperasi dapat
menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota dan calon
anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya. Ketentuan tersebut menjadi dasar dan
kekuatan hukum bagi koperasi untuk melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam baik sebagai salah satu atau satusatunya
kegiatan usaha koperasi.
Atas dasar itu maka pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam oleh koperasi tersebut harus diatur secara khusus sesuai
dengan ketentuan Undang-undang Perbankan dan Undang-undang Perkoperasian. Peraturan tersebut dimaksudkan
agar di satu pihak tidak bertentangan dengan Undang-undang Perbankan dan di lain pihak untuk mempertegas
kedudukan Koperasi Simpan Pinjam pada koperasi yang bersangkutan sebagai koperasi atau Unit Usaha Koperasi
yang memiliki ciri bentuk dan sistematis tersendiri.
Kegiatan usaha simpan pinjam ini sangat dibutuhkan oleh para anggota koperasi dan banyak manfaat yang
diperolehnya dalam rangka meningkatkan modal usaha para anggotanya. Hal itu terlihat akan kenyataan bahwa
koperasi yang sudah berjalan pada umumnya juga melaksanakan usaha simpan pinjam.
Sehubungan dengan hal tersebut dalam Peraturan Pemerintah ini dimuat ketentuan dengan tujuan agar kegiatan
simpan pinjam oleh koperasi tersebut dapat berjalan dan berkembang secara jelas, teratur, tangguh dan mandiri.
Di samping itu juga memuat ketentuan untuk mengantisipasi prospek perkembangan di masa depan, di mana faktor
permodalan bagi usaha anggota dan usaha koperasi sangat menentukan kelangsungan hidup koperasi dan usaha
anggota yang bersangkutan.
Sebagai penghimpun dana masyarakat walaupun dalam lingkup yang terbatas, kegiatan Usaha Simpan Pinjam
memiliki karakter khas, yaitu merupakan usaha yang didasarkan pada kepercayaan dan banyak menanggung resiko.
Oleh karena itu pengelolaan harus dilakukan secara profesional dan ditangani oleh pengelola yang memiliki
keahlian dan kemampuan khusus, dengan dibantu oleh sistem pengawasan internal yang ketat.
Dalam rangka itulah maka di samping koperasi sendiri harus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
kegiatan usaha simpan pinjam tersebut, Pemerintah juga perlu melakukan pembinaan dan pengawasan melalui
Menteri yang membidangi koperasi. Pengawasan dilakukan oleh Menteri untuk menghindarkan terjadinya
penyimpangan yang dampaknya sangat merugikan anggota dan hilangnya kepercayaan anggota.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas Peraturan Pemerintah ini disusun agar pelaksanaan kegiatan usaha simpan
pinjam oleh koperasi dapat menjamin keberadaan kelancaran dan ketertiban usaha simpan pinjam oleh koperasi.

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam berlaku sebagai izin usaha adalah
dengan dikeluarkannya surat keputusan pengesahan Akta Pendirian koperasi tersebut sudah dapat melaksanakan
kegiatan usaha simpan pinjam.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan koperasi yang sudah berbadan hukum adalah koperasi yang telah memperoleh pengesahan
Akta Pendirian dan koperasi tersebut sudah melaksanakan kegiatan usaha tetapi bukan kegiatan usaha simpan
pinjam.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan dalam ayat (2) ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 4
Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tatacara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP) yang selama ini ada, berfungsi sebagai Kantor Cabang.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal Anggaran Dasar tidak memuat ketentuan mengenai kewenangan Pengurus untuk mengangkat Pengelola,
maka apabila Pengurus bermaksud mengangkat Pengelola, Pengurus mengajukan rencana pengangkatan Pengelola
kepada Rapat Anggota.
Dalam hal Anggaran Dasar memuat ketentuan mengenai kewenangan Pengurus untuk mengangkat Pengelola, maka
untuk melaksanakan kewenangan tersebut Pengurus tetap terlebih dahulu mengajukan rencana pengangkatan
Pengelola kepada Rapat Anggota untuk mendapat persetujuan.
Sekalipun pengangkatan Pengelola memerlukan pengajuan rencana kepada Rapat Anggota, tetapi kewenangan
untuk memilih dan mengangkat Pengelola tetap ada pada Pengurus.
Rencana pengangkatan Pengelola yang diajukan kepada Rapat Anggota dimaksud di atas antara lain meliputi
persyaratan tugas dan wewenang, imbalan jasa, jaminan, perjanjian kerja dan nama calon Pengelola (apabila sudah
ada).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan keahlian di bidang keuangan adalah meliputi pengetahuan dasar pembukuan, perbankan
atau simpan pinjam.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kemampuan keuangan yang memadai adalah termasuk memiliki permodalan yang sehat
setelah diaudit.
Huruf b
Yang dimaksud dengan tenaga managerial yang baik adalah pimpinan dan staf dari badan usaha yang akan diserahi
tugas sebagai Pengelola harus mempunyai kemampuan untuk mengelola usaha serta mempunyai moral dan akhlak
yang baik.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ketentuan ini berlaku baik bagi Pengurus yang secara langsung melaksanakan pengelolaan maupun Pengelola yang
diangkat oleh Pengurus.
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dilakukan secara terpisah dari unit usaha lainnya adalah Unit Simpan Pinjam ini
mempunyai sistim manajemen, administrasi pembukuan dan keuangan sendiri.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksudkan transaksi adalah meliputi transaksi simpanan, pinjaman atau keduanya.
Huruf b
Yang dimaksud pemupukan modal adalah modal sendiri yang terdapat pada Unit Simpan Pinjam yang bersangkutan.
Huruf c
Termasuk kegiatan yang menunjang Unit Simpan Pinjam adalah pendidikan.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa kepada anggota yang tidak ikut transaksi dalam Unit Simpan Pinjam diberikan
pula bagian dari keuntungan Unit Simpan Pinjam.
Ayat (4)
Besarnya pembagian dan penggunaan keuntungan Unit Simpan Pinjam diusulkan dan diajukan oleh Pengurus dan
disetujui oleh para anggota yang telah mendapat pelayanan dari Unit Simpan Pinjam.
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan jumlah dana yang ditanamkan adalah jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib yang
diserahkan kepada koperasi.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Dimaksudkan untuk memberikan rangsangan bagi Pengelola dan karyawan agar supaya bekerja lebih baik.
Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.
Huruf d
Yang dimaksud dengan keperluan lain adalah keperluan yang digunakan untuk perkembangan dan kelancaran usaha
koperasi yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.
Ayat (2)
Huruf a
Apabila ada anggota koperasi yang mengambil simpanan pokok dan simpanan wajib hanya dapat dilaksanakan
apabila telah ada modal pengganti dari anggota baru minimal sebesar simpanan pokok dan simpanan wajib yang
akan diambil.
Huruf b
Ketentuan tersebut dimaksudkan agar pengeluaran investasi jaringan pelayanan dibiayai dengan modal sendiri
sehingga tidak memberatkan keuangan koperasi yang bersangkutan.
Huruf c
Ketentuan ini tidak ditetapkan secara kuantitatip tetapi harus diperhitungkan sendiri oleh koperasi dengan maksud
apabila terjadi resiko atas modal yang berasal dari pinjaman dapat ditutup oleh modal sendiri.
Ayat (3)
Huruf a
Untuk menumbuhkan dan memantapkan tingkat kepercayaan penyimpan, maka koperasi wajib menjaga
likuiditasnya agar dapat memenuhi kewajiban atau membayar hutang jangka pendek, terutama untuk membayar
simpanan yang akan ditarik oleh penyimpan.
Huruf b
Ratio ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan dana yang telah dihimpun untuk pemanfaatan
pemberian pinjaman, dengan tetap memperhitungkan aspek likuiditas.
Ayat (4)
Huruf a
Dalam menghimpun modal pinjaman dan modal penyertaan koperasi wajib memperhitungkan terlebih dahulu
kemampuannya untuk dapat memenuhi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang berdasarkan kekayaan yang
dimiliki, agar koperasi tersebut dapat melaksanakan kegiatan usahanya dan tetap dipercaya.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan rentabilitas yang wajar adalah keadaan dimana ratio antara keuntungan dibandingkan
dengan kekayaannya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
Ratio yang tidak terlalu tinggi dengan maksud bahwa koperasi tidak semata-mata mengejar keuntungan, sedangkan
ratio tidak terlalu rendah dengan maksud agar koperasi tersebut dapat tetap berkembang.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Modal sendiri dalam pasal ini adalah modal yang berasal dari sumber-sumber sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (2) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, termasuk di dalamnya yang disetorkan sebagai prasyarat
untuk memperoleh pengesahan Akta Pendirian ataupun pengesahan perubahan Anggaran Dasar. Di samping modal
sendiri, Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal penyertaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Modal tetap dimaksud adalah meliputi modal yang disetor pada awal pendirian dan modal tambahan yang tidak
dapat diambil kembali.
Modal tidak tetap dimaksud adalah modal yang dapat diambil kembali sesuai dengan perjanjian. Modal ini dapat
berasal dari modal penyertaan atau pinjaman pihak ke tiga, sepanjang hal tersebut dilakukan melalui Koperasi yang
bersangkutan.
Ayat (4)
Dasar pertimbangan pemisahan kegiatan Usaha Simpan Pinjam dari unit usaha yang lain, antara lain karena
pengelolaan di bidang keuangan bagi jenis usaha ini membutuhkan spesifikasi yang berbeda dengan kegiatan usaha
yang lain baik dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, pengawasan maupun administrasinya.
Hal ini dimaksudkan pula agar dana simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi yang dipercayakan oleh
penyimpan untuk disimpan di koperasi harus aman dan cukup tersedia bila sewaktu-waktu ditarik oleh penyimpan.
Ayat (5)
Jumlah modal sendiri bagi Koperasi Simpan Pinjam atau modal tetap dalam Unit Simpan Pinjam tidak boleh
berkurang dari modal yang disetorkan pada saat pengesahan Akta Pendirian atau pengesahan perubahan Anggaran
Dasarnya. Hal ini dimaksudkan agar koperasi tersebut dapat menjaga kelangsungan hidupnya.
Ayat (6)
Ketentuan modal awal ini diatur untuk memenuhi kelayakan usaha simpan pinjam.
Pasal 17
Ayat (1)
Penghimpunan modal pinjaman oleh Koperasi Simpan Pinjam dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Anggaran Dasar koperasi yang bersangkutan dan ketentuan lain yang berlaku.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Penghimpunan modal pinjaman oleh Unit Simpan Pinjam dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Anggaran Dasar koperasi yang bersangkutan dan ketentuan lain yang berlaku.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud calon anggota adalah orang perorang/ koperasi yang telah melunasi pembayaran simpanan pokok
kepada koperasinya, tetapi secara formal belum sepenuhnya melengkapi persyaratan administratif, antara lain belum
menandatangani Buku Daftar Anggota.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan azas pemberian pinjaman yang sehat adalah pemberian pinjaman yang didasarkan atas
penilaian kelayakan dan kemampuan permohonan pinjaman.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pelayanan kepada calon anggota hanya diberikan apabila yang bersangkutan sekalipun secara formal belum
sepenuhnya terdaftar sebagai anggota, tetapi secara material telah memenuhi dan melaksanakan persyaratan
administratif keanggotaan koperasi yang bersangkutan.
Ayat (3)
Perjanjian kerjasama dimaksud dinyatakan sah apabila ditandatangani sekurang-kurangnya oleh ketua dan sekretaris
masing-masing koperasi.
Ayat (4)
Dalam pemberian pinjaman kepada anggota koperasi lain yang bertanggung jawab terhadap pinjaman tersebut pada
prinsipnya tetap anggota yang bersangkutan. Namun koperasi lain tersebut tetap ikut bertanggung jawab atas
pengembalian pinjaman bila peminjam tidak mengembalikan pinjamannya.
Pasal 21
Ayat (1)
Ditetapkannya batas maksimum pemberian pinjaman dilakukan dalam rangka menjaga kesehatan usaha koperasi
dan agar koperasi tersebut memprioritaskan pelayanannya kepada anggota.
Ayat (2)
Dengan ketentuan ini maka hak Pengurus dan Pengawas dalam menerima pinjaman sama seperti hak anggota dan
tidak ada keistimewaan tertentu.
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Pemberian imbalan dapat berupa bunga atau dalam bentuk lainnya antara lain berupa prinsip bagi hasil.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ketentuan tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian yang ditetapkan oleh Menteri dimaksudkan untuk
memberikan pedoman bagi usaha simpan pinjam yang dilakukan oleh koperasi dalam menjaga kesehatan usahanya.
Ketentuan tersebut terutama berkaitan dengan aspek keuangan dan sistem pengelolaan usaha simpan pinjam, dan
khusus mengenai aspek keuangan diperlukan pedoman yang bersifat kuantitatif. Pengaturan mengenai prinsip
kehati-hatian ini diperlukan karena pada hakekatnya usaha simpan pinjam merupakan sarana pengelolaan dana.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan terhadap koperasi setiap waktu apabila terjadi
indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh koperasi yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Tindakan penggabungan dalam hal ini dilakukan hanya untuk Koperasi Simpan Pinjam.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Tindakan lain dalam hal ini misalnya membentuk lembaga yang berfungsi untuk menangani kesulitan koperasi.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengertian pembubaran untuk Unit Simpan Pinjam adalah penutupan.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Sanksi administratif dimaksud antara lain berupa denda.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Ketentuan ini berlaku dalam hal pembubaran terjadi karena kesulitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak
dapat diatasi, atau karena hal lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992. Tujuannya
adalah untuk melindungi penyimpan dana.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 33
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 35
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
@@@@@@@@luk@@@@@@@@@@

Sabtu, 29 Januari 2011

UNDANG UNDANG NO.25 TH 1992 TENTANG PERKOPERASIAN


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 1992
TENTANG
PERKOPERASIAN


DENGAN RAHMAT  TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
a.       bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk  
         mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
        1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
         kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
b.      bahwa Koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan
         prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional;
c.        bahwa pembangunan Koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat;
d.    bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut dan menyelaraskan dengan perkembangan keadaan, perlu mengatur kembali ketentuan tentang perkoperasian dalam suatu Undang-Undang sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian;

Mengingat :
Pasal 5 ayat ( 1 ), Pasal 20 ayat ( 1 ), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT  REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1.      Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
2.      Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.
3.      Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang.
4.      Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.
5.      Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi.

BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN

Bagian Pertama
Landasan dan Asas

Pasal 2

Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan.

Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3

Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB III
FUNGSI, PERAN DAN PRINSIP KOPERASI

Bagian Pertama
Fungsi dan Peran

Pasal 4

Fungsi dan Peran Koperasi adalah
a.      membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
b.      berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;
c.      memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya;
d.     berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Bagian Kedua
Prinsip Koperasi

Pasal 5

( 1 ). Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi sebagai berikut :
a.       keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b.      pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c.     pembagian sisa hasil usaha di lakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d.    pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e.     kemandirian.
( 2 ). Dalam mengembangkan Koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut: 
a.      pendidikan perkoperasian;
b.      kerja sama antar Koperasi.

BAB IV
PEMBENTUKAN

Bagian Pertama
Syarat Pembentukan

Pasal 6

( 1 ). Koperasi primer di bentuk oleh sekurang-kurangnya 20 ( dua puluh )orang.
( 2 ). Koperasi Sekunder di bentuk oleh sekurang-kurangnya 3 ( tiga ) Koperasi.

 Pasal 7

( 1 ). Pembentukan Koperasi sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 6 dilakukan dengan akta pendirian yang
         memuat Anggaran Dasar.
( 2 ). Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 8

Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat ( 1 ) memuat sekurang-kurangnya :
a.       daftar nama pendiri;
b.      nama dan tempat kedudukan;
c.       maksud dan tujuan serta bidang usaha;
d.      ketentuan mengenai keanggotaan;
e.       ketentuan mengenai Rapat Anggota;
f.        ketentuan mengenai pengelolaan;
g.       ketentuan mengenai permodalan;
h.      h.ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
i.        ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
j.        ketentuan mengenai sanksi.

Bagian Kedua
Status Badan Hukum

Pasal 9

Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Pemerintah.

Pasal 10

( 1 ) Untuk mendapatkan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, para pendiri mengajukan permintaan tertulis disertai akta pendirian Koperasi.
( 2 ) Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 ( tiga ) bulan setelah diterimanya permintaan pengesahan.
( 3) Pengesahan akta pendirian di umumkan dalam  Berita Negara Republik indonesia .

Pasal 11

( 1 )  Dalam hal permintaan pengesahan akta pendirian di tolak , alasan penolakan diberitahukan kepada para pendiri secara tertulis dalam waktu paling lambat 3 ( tiga ) bulan setelah diterimanya permintaan.
( 2 ) Terhadap penolakan pengesahan akta pendirian para pendiri dapat mengajukan permintaan ulang  dalam waktu paling lama 1 ( satu ) bulan sejak diterimanya penolakan.
( 3 ) Keputusan terhadap pengajuan permintaan ulang diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 ( satu ) bulan sejak diterimanya pengajuan permintaan ulang.

Pasal 12

( 1 ) Perubahan Anggaran Dasar dilakukan oleh Rapat Anggota.
( 2 ) Terhadap perubahan Anggaran Dasar yang menyangkut penggabungan, pembagian, dan perubahan bidang usaha Koperasi dimintakan pengesahan kepada Pemerintah.

Pasal 13

Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan atau penolakan pengesahan akta pendirian, dan perubahan Anggaran Dasar sebagaimanadimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12 di atur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14

( 1 ) Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi usaha, satu Koperasi atau lebih dapat :
a.        menggabungkan diri menjadi satu dengan Koperasi lain, atau
b.        bersama Koperasi lain meleburkan diri dengan membentuk Koperasi baru.
( 2 ) Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan persetujuan Rapat Anggota masing-masing Koperasi.

Bagian Ketiga
Bentuk dan Jenis

Pasal 15

Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.

Pasal 16

Jenis Koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya.

BAB V
KEANGGOTAAN

Pasal 17

( 1 ) Anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi.
( 2 ) Keanggotaan Koperasi di catat dalam buku daftar anggota.

Pasal 18

( 1 ) Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga Negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau Koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
( 2 ) Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa yang persyaratan, hak, dan kewajiban keanggotaannya ditetapakan dalam Anggaran Dasar.

Pasal 19

( 1 ) Keanggotaan Koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha Koperasi.
( 2 ) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah syarat sebagaimana di atur dalam Anggaran Dasar dipenuhi.
( 3 ) Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan .
( 4 ) Setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap Koperasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar.

Pasal 20

( 1 ) Setiap anggota mempunyai kewajiban :
a.        mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam
          Rapat Anggota;
b.       berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh koperasi;
c.        mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.
( 2 ) Setiap anggota mempunyai hak :
a.        menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;
b.       memilih dan/atau dipilih menjadi Anggota Pengurus atau Pengawas;
c.       meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;
d.       mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus diluar Rapat Anggota baik diminta maupun tidak diminta;
e.       memanfaatkan Koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota;
f.         mendapatkan keterangan mengenai perkembangan  Koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar.

BAB VI
PERANGKAT ORGANISASI

Bagian Pertaman
Umum

Pasal 21

Perangkat Organisasi Koperasi terdiri dari :
a.        Rapat Anggota;
b.       Pengurus;
c.        Pengawas.

Bagian Kedua
Rapat Anggota

Pasal 22

( 1 ) Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
( 2 ) Rapat Anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.

Pasal 23

Rapat Anggota menetapkan :
a.        Anggaran Dasar;
b.       Kebijaksanaan umum di bidang organisasi, menejemen dan usaha Koperasi;
c.        Pemilihan, pengangkatan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas;
d.      Rencana Kerja, Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi, serta pengesahan laporan
          keuangan;
e.       Pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya;
f.         Pembagian sisa hasil usaha;
g.        Penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran Koperasi.

Pasal 24

( 1 ) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
( 2 ) Apabila tidak diperoleh keputusan dengan cara musyawarah, maka pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
( 3 ) Dalam hal dilakukan pemungutan suara, setiap anggota mempunyai hak satu suara.
( 4 ) Hak suara dalam Koperasi Sekunder dapat diatur dalam Anggaran Dasar dengan mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha koperasi-anggota secara berimbang.

Pasal 25

Rapat Anggota berhak meminta keterangan dan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas mengenai pengelolaan Koperasi.

Pasal 26

( 1 ) Rapat Anggota dilakukan paling sedikit sekali dalam 1 ( satu ) tahun.
( 2 ) Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus deselenggarakan paling lambat 6 ( enam ) bulan setelah tahun buku lampau.

Pasal 27

( 1 ) Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam pasal 26, Koperasi dapat melakukan Rapat Anggota Luar Biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenangnya ada pada Rapat Anggota.
( 2 ) Rapat Anggota Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan sejumlah anggota Koperasi atau atas keputusan Pengurus yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.
( 3 ) Rapat Anggota Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan wewenang Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.

Pasal 28

Persyaratan, tata cara, dan tempat penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar Biasa diatur dalam Anggaran Dasar.

Bagian Ketiga
Pengurus

Pasal 29

( 1 ) Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota.
( 2 ) Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota.
( 3 ) Untuk pertama kali, susunan dan nama anggota Pengurus dicantumkan dalam akta pendirian.
( 4 ) Masa jabatan Pengurus paling lama 5 ( lima ) tahun.
( 5 ) Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat menjadi anggota Pengurus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

Pasal 30

( 1 ) Pengurus bertugas :
a.        mengelola Koperasi dan usahanya;
b.       mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
c.        menyelenggarakan Rapat Anggota;
d.       mengajukan Laporan Keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
e.       menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
f.         memelihara daftar buku anggota dan Pengurus.
( 2 ) Pengurus Berwenang :
a.        mewakili Koperasi di dalam dan di luar pengadilan;
b.      memutuskan   penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar ;
c.     melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.

Pasal 31

Pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan Koperasi dan usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa.

Pasal 32

( 1 ) Pengurus Koperasi dapat mengangkat Pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha.
( 2 ) Dalam hal Pengurus Koperasi bermaksud untuk mengangkat Pengelola, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada Rapat Anggota untuk mendapat persetujuan.
( 3 ) Pengelola bertanggung jawab kepada Pengurus.
( 4 ) Pengelolaan usaha oleh Pengelola tidak mengurangi tanggung jawab pengurus sebagimana ditentukan dalam pasal 31.

Pasal 33

Hubungan antara Pengelola usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 dengan Pengurus Koperasi merupakan hubungan kerja atas dasar perikatan.

Pasal 34

( 1 ) Pengurus, baik bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, menanggung kerugian  yang diderita Koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya.
( 2 ) Disamping penggantian kerugian tersebut, apabila tindakan itu dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan.

Pasal 35

Setelah tahun buku Koperasi ditutup, paling lambat 1 ( satu ) bulan sebelum diselenggarakan Rapat Anggota Tahunan, Pengurus menyusun laporan tahunan yang memuat sekurang-kurangnya :
a.        perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitunagn hasil usaha dari tahun yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut;
b.       keadaan dan usaha Koperasi serta hasil usaha yang dapat di capai.
c.        
Pasal 36

( 1 ) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ditandatangani oleh semua anggota Pengurus.
( 2 ) Apabila salah seorang anggota Pengurus tidak menandatangani laporan tahunan tersebut, anggota yang bersangkutan menjelaskan alasannya secara tertulis.

Pasal 37

Persetujuan terhadap laporan tahunan termasuk pengesahan perhitungan tahunan merupakan penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota.

                                                          Bagian Keempat
                                                              Pengawas

Pasal 38

( 1 ) Pengawas dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota.
( 2 ) Pengawas bertanggung jawab kepada Rapat Anggota.
( 3 ) Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota pengawas ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

Pasal 39

( 1 ) Pengawas bertugas :
a.        melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi;
b.       membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
( 2 ) Pengawas Berwenang :
a.        meneliti catatan yang ada pada Koperasi;
b.       mendapatkan segala keterangan yang diperlukan ;
( 3 ) Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.

Pasal 40

 Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik.

BAB VII
MODAL

Pasal 41

( 1 ) Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
( 2 ) Modal sendiri dapat berasal dari :
a.        simpanan pokok;
b.       simpanan wajib;
c.        dana cadangan;
d.       hibah.
( 3 ) Modal Pinjaman dapat berasal dari :
a.        anggota;
b.       koperasi lainnya dan/atau anggotanya;
c.        bank dan lembaga keuangan lainnya;
d.       penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e.        sumber lain yang sah.

Pasal 42

( 1 ) Selain modal sebagai dimaksud dalam pasal 41, Koperasi dapat pula melakukan pemupukan  modal yang berasal dari modal penyertaan.
( 2 ) Ketentuan mengenai pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
LAPANGAN USAHA

Pasal 43

( 1 ) Usaha Koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota.
( 2 ) Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi.
( 3 ) Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat.

Pasal 44

( 1 ) Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurknnya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk :
a.        anggota koperasi yang bersangkutan;
b.       koperasi lain dan/atau anggotanya.
( 2 ) Kegiatan usaha simpan pinjam dapat dilaksanakan sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha Koperasi.
( 3 ) Pelaksanaan kegiatan usah simpan pinjam oleh Koperasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IX
SISA HASIL USAHA

Pasal 45

( 1 ) Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
( 2 ) Sisa hasil usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
( 3 ) Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.

BAB X
PEMBUBARAN KOPERASI

Bagian Pertama
Cara Pembubaran Koperasi

Pasal 46

Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan :
a.        keputusan Rapat Anggota, atau
b.       keputusan Pemerintah.

Pasal 47

( 1 ) Keputusan Pembubaran oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b dilakukan apabila :
a.        terdapat bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini;
b.       kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
c.        kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.
( 2 ) Keputusan Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 ( empat ) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh Koperasi yang bersangkutan.
( 3 ) Dalam jangka waktu paling lambat 2 ( dua ) bulan sejak tanggal penerimaan pemberitahuan, Koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan.
( 4 )  Keputusan Pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana pembubaran diberikan paling lambat 1 ( satu ) bulan sejak tanggal diterimanya pernyataan keberatan tersebut.

Pasal 48

Ketentuan mengenai pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dan tata cara pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 49

( 1 ) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan secara tertulis oleh Kuasa Rapat Anggota kepada :
a.        semua Kreditor;
b.       Pemerintah.

( 2 ) Pemberitahuan kepada semua kreditor dilakukan oleh Pemerintah, dalam hal pembubaran tersebut berlangsung berdasarkan keputusan Pemerintah.
( 3 ) Selama pemberitahuan pembubaran Koperasi belum diterima oleh kreditor, maka pembubaran Koperasi belum berlaku baginya.

Pasal 50

Dalam pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 disebutkan :
a.        nama dan alamat Penyelesai, dan
b.       ketentuan bahwa semua kreditor dapat mengajukan tagihan dalam jangka waktu 3 ( tiga ) bulan sesudah tanggal diterimanya surat pemberitahuan pembubaran.

Bagian Kedua
Penyelesaian

Pasal 51

Untuk kepentingan kreditor dan para anggota Koperasi, terhadap pembubaran Koperasi dilakukan penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut penyelesaian.

Pasal 52

( 1 ) Penyelesaian dilakukan oleh penyelesai pembubaran yang selanjutnya disebut Penyelesai .
( 2 ) Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan Rapat Anggota, Penyelesai ditunjuk oleh Rapat Anggota.
( 3 ) Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan Pemerintah, Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah.
( 4 ) Selama dalam proses penyelesaian Koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan "Koperasi dalam penyelesaian".

Pasal 53

( 1 ) Penyelesaian segera dilaksanakan setelah dikeluarkan keputusan pembubaran Koperasi.
( 2 ) Penyelesai bertanggung jawab kepada Kuasa Rapat Anggota dalam hal Penyelesai ditunjuk oleh Rapat Anggota dan kepada Pemerintah dalam hal Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah.

Pasal 54

Penyelesai mempunyai hak, wewenang dan kewajiban sebagai berikut :
a.        melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama “ Koperasi dalam penyelesaian “;
b.       mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan;
c.      memanggil Pengurus, anggota dan bekas anggota tertentu yang diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
d.       memperoleh, memeriksa, dan menggunakan segala cacatan dan arsip Koperasi;
e.       menetapkan dan melaksanakan segala kewajiban pembayaran yang didahulukan dari pembayaran hutang lainnya;
f.         menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban Koperasi;
g.        membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota;
h.       membuat berita acara penyelesaian.

Pasal 55

Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi, anggota hanya menanggung kerugian sebatas simpanan pokok , simpanan wajib dan modal penyertaan yang dimilikinya.

Bagian Ketiga
Hapusnya Status Badan Hukum

Pasal 56

( 1 ) Pemerintah mengumumkan pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia.
( 2 ) Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi tersebut dalam Berita Negara Republik  Indonesia.

Bab XI
LEMBAGA GERAKAN KOPERASI

Pasal 57

( 1 ) Koperasi secara bersama-sama mendirikan satu organisasi tunggal yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi.
( 2 ) Organisasi ini berasaskan Pancasila
( 3 ) Nama, tujuan, susunan, dan tata kerja organisasi diatur dalam Anggaran Dasar Organisasi yang bersangkutan.

Pasal 58

( 1 ) Organisasi tersebut melakukan kegiatan :
a.        memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;
b.       meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;
c.        melakukan pendidikan perkoperasian bagi anggota dan masyarakat;
d.      mengembangkan kerja sama antar koperasi dan antara koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat nasional maupun internasional.
( 2 ) Untuk melaksanakan kegiatan tersebut, Koperasi secara bersama-sama menghimpun dana Koperasi.

Pasal 59

Organisasi yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat ( 1 ) disahkan oleh Pemerintah.

BAB XII
PEMBINAAN

Pasal 60

( 1 ) Pemerintah menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan serta pemasyarakatan Koperasi.
( 2 ) Pemerintah memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan kepada Koperasi.

Pasal 61

Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
a.        memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
b.      meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi Koperasi yang sehat, tangguh, dan mandiri;
c.      mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan antara Koperasi dengan badan usaha lainnya;
d.       membudayakan Koperasi dalam masyarakat.

Pasal 62

Dalam rangka memberikan bimbingan dan kemudahan kepada Koperasi, Pemerintah :
a.        membimbing usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya;
b.      mendorong, mengembangkan, dan membantu pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian perkoperasian.
c.      memberikan kemudahan untuk memperkokoh permodalan Koperasi serta mengembangkan lembaga keuangan Koperasi;
d.     membantu pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang saling menguntungkan antar Koperasi;
e.       memberikan bantuan konsultansi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar dan prinsip Koperasi.

Pasal 63

( 1 ) Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dapat :
a.        menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi;
b.       menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang telah berhasil diusahakan oleh Koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya.
( 2 ) Persyaratan dan tata cara pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 64

Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan Pasal 63 dilakukan dengan memperhatikan keadaan dan kepentingan ekonomi nasional, serta pemeratan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 65

Koperasi yang telah memiliki status badan hukum pada saat Undang-Undang ini berlaku, dinyatakan telah memperoleh status badan hukum berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 66

( 1 ) Dengan berlakunya Undang-Undang ini, maka Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian ( Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 2832 ) dinyatakan tidak berlaku lagi.
( 2 ) Peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian ( Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Tahun1967 Nomor 2832 ) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 67

            Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Oktober 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SOEHARTO


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Oktober 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MOERDIONO



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 116

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3502